Pengunjuk rasa yang tergabung dalam Aliansi Barikade menampilkan aksi teatrikal penembakan warga sipil di depan Polda Kalteng, Palangka Raya, Kalimantan Tengah, Kamis (19/12/2024). ANTARA FOTO/Auliya Rahman
Dosen kajian ilmu kepolisian Sekolah Kajian Stratejik dan Global Universitas Indonesia (SKSG UI) Surya Nita memandang perlu peningkatan pengawasan penggunaan senjata api melalui evaluasi berkala dengan tes psikologi.
Nita menyampaikan pernyataan tersebut ketika merespons sejumlah kasus penembakan oleh polisi, di antaranya polisi tembak polisi di Solok Selatan, polisi tembak siswa di Semarang, dan polisi tembak warga di Palangka Raya.
“Berdasarkan Perpol tentang Penggunaan Senjata Api, setiap 6 bulan sekali sebenarnya sudah pas. Namun, pengawasan terkait dengan kegiatan itu perlu ditingkatkan,” kata Nita saat dihubungi ANTARA dari Jakarta, Jumat.
Perpol yang dimaksud Nita adalah Peraturan Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2022 tentang Perizinan, Pengawasan, dan Pengendalian Senjata Api Standar Kepolisian Negara Republik Indonesia, Senjata Api Non-Organik Kepolisian Negara Republik Indonesia/Tentara Republik Indonesia, dan Peralatan Keamanan yang Digolongkan Senjata Api.
Ditegaskan pula bahwa peningkatan pengawasan tes psikologi diperlukan sehingga hasilnya dapat ditindaklanjuti oleh bagian sumber daya manusia (SDM) kepolisian berkaitan dengan penggunaan senjata api dalam waktu 3 bulan atau 6 bulan.
Selain itu, dia mengatakan bahwa pemasangan body cam atau kamera tubuh di setiap anggota kepolisian dapat menjadi cara mengawasi penggunaan senjata api.