Kesadaran masyarakat atas asuransi kesehatan dinilai meningkat. Hal ini dilihat dari lonjakan pendapatan premi di lini bisnis ini. Akan tetapi, lonjakan tersebut juga diikut dengan rasio klaim yang meningkat sehingga membuat asuransi terpaksa ‘menombok’ biaya pengobatan rumah sakit.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat sampai akhir Agustus 2024, premi Asuransi Kesehatan dari sektor Asuransi Jiwa mencapai Rp 19,36 triliun, tumbuh 38,35% yoy. Sektor asuransi umum juga mencatatkan pertumbuhan premi Asuransi Kesehatan yang mencapai Rp 6,61 triliun, tumbuh 27% yoy.
“Walaupun pertumbuhan premi dapat terbilang cukup baik, klaim di kedua sektor ini masih terbilang tinggi, dan menjadi concern utama untuk melakukan efisiensi di berbagai lini,” ungkap Kepala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan, dan Dana Pensiun OJK Ogi Prastomiyono dalam jawaban tertulis, Senin, (7/10/2024).
Untuk mengatasi hal tersebut, OJK terus mendorong pelaku usaha asuransi kesehatan untuk membangun kapabilitas digital, membangun kapabilitas untuk menganalisa data layanan Kesehatan yang diberikan kepada pemegang polis Kapabilitas digital dimaksudkan agar Perusahaan asuransi dapat terkoneksi secara real time dengan Sistem Informasi Manajemen di Rumah Sakit dan Klinik rekanan.
Hal ini dibutuhkan sehingga asuransi memiliki data yang memadai untuk melakukan Analisa efektivitas dan efisiensi layanan medis dan obat yang diberikan oleh RS rekanan kepada pemegang polis atau tertanggung dan mengkomunikasikan Analisa ini ke RS rekanan secara berkala (Utilization Review).
“Analisa ini harus ditopang oleh tim yang memiliki keahlian medis dan database untuk dapat menganalisa dan mengkomunikasikan temuan ke RS rekanan secara berkala melalui mekanisme Ulitization Review,” jelas Ogi.
Ia pun mengusulkan para pelaku usaha asuransi membangun Medical Advisory Board (MAB) yang akan memberikan masukan kepada Perusahaan dalam mendorong efisiensi layanan Kesehatan.
“Keberadaan MAB diharapkan dapat memberi masukan berharga bagi Perusahaan untuk layanan medis dan obat yang berkualitas dengan biaya yang efisien,” pungkasnya.
Selain dari pikah industri, OJK juga bekerjasama dengan Kementrian Kesehatan untuk melakukan efisiensi biaya layanan Kesehatan dan obat melalui beberapa inisiatif strategis. Dari sisi pelaku usaha, kapabilitas untuk melakukan Utilization Review secara berkala dengan RS rekanan merupakan keharusan untuk mendorong tumbuhnya efisiensi ini.
Ogi menyatakan, pihaknya terus mengkomunikasikan cara-cara efektif untuk dapat melakukan standarisasi tarif yang menjadi kewenangan Kementerian Kesehatan.
Perlu diketahui, Perusahaan asuransi jiwa kini terpaksa ‘menombok’ pembayaran klaim asuransi kesehatan karena kenaikan inflasi medis membawa defisit rasio antara klaim dengan premi terkumpul. Perusahaan asuransi jiwa telah membayarkan klaim kesehatan sebesar Rp 11,83 triliun per semester 1-2024.
Ketua Bidang Literasi & Perlindungan Konsumen Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Freddy Thamrin mengatakan, rasio klaim asuransi kesehatan sudah lebih besar dari premi yang diterima. Nilainya mencapai lebih dari 100%, tepatnya 105,7%.
Dengan kata lain, perusahaan asuransi lebih banyak mengeluarkan uang untuk membayar klaim kesehatan nasabahnya, dibanding dengan menerima uang pembayaran premi asuransi dari pemegang polis.