Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terus berupaya melakukan penyesuaian aturan investasi minyak dan gas bumi (migas) agar lebih fleksibel. Salah satunya yakni dengan memberikan penawaran skema baru kontrak bagi hasil kotor (Gross Split) yang lebih sederhana danĀ feasible.
Direktur Pembinaan Hulu Migas Kementerian ESDM Ariana Soemanto menjelaskan, inisiatif ini diharapkan mampu memberikan kemudahan bagi Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) dalam menjalankan bisnisnya di Indonesia. Beleid itu tertuang dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 13 Tahun 2024 dan Keputusan Menteri ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM/2024.
Menurut dia, inti perbaikan skema bagi hasil Gross Split adalah memberikan kepastian bagi hasil sekitar 75-95% bagi kontraktor, membuat Wilayah Kerja (WK) Migas Non Konvensional (MNK) lebih menarik, menyederhanakan parameter, dan memberikan pilihan yang lebih fleksibel (agile) kepada kontraktor.
“Simplifikasi ini bukan semata-mata untuk mendorong Gross Split baru saja, tetapi juga pemerintah memberikan fleksibilitas bagi kontraktor untuk memilih jenis kontrak sesuai kenyamanan kontraktor. Silakan kontraktor yang mau pindah ke Cost Recovery dari sebelumnya Gross Split maupun sebaliknya,” ungkap Ariana dalam keterangan resmi, dikutip Senin (7/10/2024).
Implementasi kebijakan tersebut berlaku bagi kontrak yang ditandatangani pasca Peraturan Menteri Nomor 13 tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split terbit. Sedangkan untuk kontraktor migas eksisting yang kontraknya ditandatangani sebelum Peraturan Menteri tersebut terbit, dapat beralih ke kontrak Gross Split baru dengan beberapa catatan.
Pertama, kontrak skema Gross Split lama untuk Wilayah Kerja Migas Non Konvensional (MNK), termasuk gas metana batu bara dan shale oil /gas dapat beralih ke skema Gross Split baru.
“Ini seperti proyek MNK Gas Metana Batu Bara di Tanjung Enim. Itu akan segera beralih ke Gross Split baru agar bisa jalan karena keekonomiannya membaik,” jelas Ariana.
Kedua, kontrak skema Cost Recovery dapat beralih ke skema Gross Split baru, sepanjang masih tahap eksplorasi dan belum mendapatkan persetujuan plan of development pertama (POD-I) dari Pemerintah.
“Untuk kontrak skema Gross Split lama atau eksisting yang sudah tahap produksi, tidak dapat berubah ke skema Gross Split baru, namun dapat berubah ke kontrak skema Cost Recovery,” ungkap Ariana.
Hingga saat ini, setidaknya terdapat lima kontraktor yang menyatakan minat untuk menggunakan skema Gross Split baru, sesuai Peraturan dan Keputusan Menteri ESDM tersebut.
“Siapa dan blok mana saja, sebaiknya kita tunggu formilnya nanti ya. Tentu, senyaman kontraktornya saja untuk memilih skema kontrak mana sesuai risk profile kontraktor masing-masing. Yang penting kita perbaiki iklim investasi agar lebih menarik, untuk mendorong temuan cadangan dan produksi migas nantinya,” tegas Ariana.
Sebagaimana diketahui, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral baru menerbitkan Peraturan Menteri ESDM Nomor 13 Tahun 2024 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang ditandatangani sejak 12 Agustus 2026. Peraturan Menteri ini menggantikan Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kontrak Bagi Hasil Gross Split yang telah beberapa kali disesuaikan.
Selain itu, telah ditetapkan juga Keputusan Menteri ESDM Nomor 230.K/MG.01.MEM.M/2024 tentang Pedoman Pelaksanaan dan Komponen Kontrak Bagi Hasil Gross Split.
“Pemerintah akan selalu berusaha memenuhi masukan stakeholders dengan tetap menjaga kepentingan negara,” ujar Ariana.